Firma Yova Perdanawati
A.102.08.027
PENYAKIT GRAVE
I.
DEFINISI
Penyakit
Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme
adalah suatu penyakit autonium yang biasanya ditandai oleh produksi autoantibodi
yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves
memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus
yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata
menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.
II.
ETIOLOGI
Penyakit
Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya sampai
sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi
genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat
dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita
penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini
ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi
pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun
sampai 40 tahun.
III.
PATOGENESIS
Pada
penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada
didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk
mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan
bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan
merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody.
Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan
aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor
penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan
dermopati pada penyakit Graves.
Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves.
Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves.
IV.
GEJALA KLINIS
Pada
penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan
ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa
goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi
hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi
hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah,
gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab,
berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare
dan kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati
dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah.
Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata
melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan
kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran
klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal
hipertitoidisme, goiter, difus dan eksotalamus.
Gejala dan tanda :
Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa
upper lid retraction, stare, lid lag)
V.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO
Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun tiroiditis Hashimoto, namun
TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves. Pemeriksaan ini berguna
pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada eksoftamos
unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas.
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas.
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas.
SINDROM CUSHING
I.
DEFINISI
Sindrom Cushing adalah istilah umum
untuk peningkatan sekresi kortisol oleh korteks adrenal. Ketika kortikosteroid
diberikan secara eksternal, kondisi hypercortisolism disebut sindrom iatrogenik
Cushing terjadi. Bila hasil hypercortisolism dari Oversecretion ACTH dari
hipofisis, kondisi ini disebut penyakit Cushing. Presentasi klinis adalah sama
untuk semua kondisi ini.
II.
EPIDEMIOLOGI
Pada sindroma Cushing berupa sindroma
ektopik ACTH lebih sering pada laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden
hiperplasia hipofisis adrenal adalah lebih besar pada wanita daripada
laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat.
III.
PENYEBAB
Sindrom Chusing terjadi karena tubuh
memproduksi terlalu banyak kortisol, hormon yang biasanya dibuat dalam kelenjar
adrenal.
IV.
GEJALA KLINIS
Ø Tubuh bagian atas obesitas (di atas
pinggang) sedangkan lengan dan kaki kurus
Ø Wajah bulat, merah, penuh (moon
face)
Ø Tingkat pertumbuhan yang lambat pada
anak-anak
Ø Perubahan kult yang sering terlihat
Ø Jerawat atau infeksi kulit
Ø Striae pada kulit perut, paha dan
payudara
Ø Kulit tipis dan mudah memar
Ø Perubahan otot dan tulang meliputi :
·
Sakit
punggung yang terjadi dengan kegiatan sehari-hari
·
Nyeri
tulang
·
Pengumpulan
lemak diantara bahu
·
Patah
tulang rusuk dan tulang belakang (yang disebabkan oleh osteoporosis)
·
Kelemahan
otot
Wanita dengan sindrom Chusing sering memiliki pertumbuhan
rambut yang berlebihan pada wajah, leher, dada, perut dan paha, serta siklus
menstruasi yang tidak teratur atau berhenti.
Pria jugamungkin mengalami penurunan hasrat seksual dan
impotensi.
Gejala lainnya yang mungkin terjadi pada penyakit ini antara
lain perubahan mental (depress, kecemasan, atau perubahan perilaku), kelelahan,
sakit kepala, peningkatan rasa haus dan frekuensi buang air kecil.
V.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Meskipun ada penampilan cushingoid
klasik pada orang dengan hypercortisolism dan diagnosis biasanya dicurigai
berdasarkan gejala dan tanda-tanda karakteristik, studi laboratorium
diagnostik, termasuk tes hormonal dan pencitraan, yang digunakan untuk
mengkonfirmasi diagnosis.Juga, meninjau sejarah menerima kosteroidpenting.
Di beberapa pusat, pengujian dimulai dengan pengukuran :
Di beberapa pusat, pengujian dimulai dengan pengukuran :
·
Saluran
kencing gratis cortisol (UFC), uji terbaik untuk ekskresi urin. UFC
terangkat> 120 μg/24h (> 331 nmol/24h) di hampir semua pasien dengan
sindrom Cushing. Namun, banyak pasien dengan UFC ketinggian antara 100 dan 150
μg/24h (276 dan 414 nmol/24h) memiliki obesitas, depresi, atau ovarium
polikistik tetapi tidak sindrom Cushing. Seorang pasien dengan sindrom Cushing
dicurigai dengan terlalu tinggi UFC (> 4 kali batas atas normal) hampir
pasti memiliki sindrom Cushing. Dua sampai tiga koleksi yang normal hampir
mengecualikan diagnosis. Tingkat sedikit lebih tinggi umumnya memerlukan
penyelidikan lebih lanjut.
·
Jika
tes laboratorium awal yang positif (tinggi tingkat cortisol), maka dilakukan
tes penekanan deksametason dapat dilakukan untuk menentukan penyebabnya
·
Serum
ACTH membantu menentukan apakah Sindrom Cushing adalah ACTH-dependent (tumor
hipofisis) atau (tumor adrenal) ACTH-independen. Tingkat tidak terdeteksi, baik
basally dan khususnya dalam menanggapi corticotrophin-releasing hormone (CRH),
menyarankan adrenal primer menyebabkan. Tingkat tinggi menunjukkan penyebab
hipofisis. Jika ACTH terdeteksi (sindrom ACTH tergantung Cushing),
·
Tes
provokatif membantu membedakan penyakit Cushing dari sindrom ACTH ektopik, yang
jarang
·
X-ray
atau DEXA scan mungkin diperlukan untuk menilai fraktur atau untuk
menyingkirkan osteopenia atau osteoporosis, masing-masing. Tes ini dapat
dilakukan untuk mendapatkan dasar pengukuran kepadatan tulang atau mereka dapat
diperoleh dalam menanggapi laporan individu gejala muskuloskeletal seperti
nyeri tulang atau sakit punggung
·
Pada
anak-anak dengan penyakit Cushing, tumor hipofisis sangat kecil dan biasanya
tidak dapat dideteksi dengan MRI. Sampling sinus petrosus sangat berguna dalam
situasi ini. MRI lebih disukai untuk CT pada wanita hamil untuk menghindari
paparan janin untuk radiasi
Pemeriksaan laboratorium mungkin
menunjukkan gula darah dan jumlah sel darah putih yang tinggi, kadar potassium
mungkin rendah. Peningkatan kolesterol dan trigliserida, serta penurunan HDL
juga sering ditemukan.
Pemeriksaan penunjang yang sering
dilakukan untuk mendiagnosis sindrom Chusing dan mengidentifikasi penyebabnya
adalah :
Ø Kadar kolesterol serum
Ø Kadar kolesterol saliva
Ø Dexamethasone suppression test
Ø Urine 24 jam untuk kortisol dan
kreatinin
Ø Kadar ACTH
Ø Uji stimulasi ACTH
Ø CT scan abdomen
Ø MRI hipofisis
Ø Kepadatan tulang yang diukur dengan
dual x-rzy zbsorptiometry (DEXA)
DAFTAR
PUSTAKA
Arif
Mansjoer, Suphohaita dan Wahyu Ika Wardhani, 2000, Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi Ketiga Jilid Kedua
Guyton & Hall. 2006. Medical
Physiology Eleventh Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders
Price, Sylvia
A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi 2. Jakarta : EGC.
Robbins, Cotran, Kumar. 1996. Dasar Patologi Penyakit.
Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W, dkk (editor). 2006. Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FK UI.
PubMed ( http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed )
Society for Endocrinology ( http://www.endocrinology.org/
)
National Library of Medicine AS.
Institut Kesehatan Nasional. NCBI
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus