Rabu, 19 Juni 2013

GANGGUAN METABOLISME HORMON


Firma Yova Perdanawati
A.102.08.027

PENYAKIT GRAVE
       I.            DEFINISI
Penyakit Graves (goiter difusa toksika) merupakan penyebab tersering hipertiroidisme adalah suatu penyakit autonium yang biasanya ditandai oleh produksi autoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Penderita penyakit Graves memiliki gejala-gejala khas dari hipertiroidisme dan gejala tambahan khusus yaitu pembesaran kelenjar tiroid/struma difus, oftamopati (eksoftalmus/ mata menonjol) dan kadang-kadang dengan dermopati.

    II.            ETIOLOGI
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40 tahun.

 III.            PATOGENESIS
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme otoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme, oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves.
Sampai saat ini dikenal ada 3 otoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves.

 IV.            GEJALA KLINIS
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare dan kelemahan srta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien ditandai dengan mata melotot, fissura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag (keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi. Gambaran klinik klasik dari penyakit graves antara lain adalah tri tunggal hipertitoidisme, goiter, difus dan eksotalamus.
Gejala dan tanda :
Hanya ada tanda tanpa gejala (berupa upper lid retraction, stare, lid lag)

    V.            PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves maupun tiroiditis Hashimoto, namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas.
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun.
Pada penyakit Graves, adanya antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs), karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas.





SINDROM CUSHING
I.                   DEFINISI
Sindrom Cushing adalah istilah umum untuk peningkatan sekresi kortisol oleh korteks adrenal. Ketika kortikosteroid diberikan secara eksternal, kondisi hypercortisolism disebut sindrom iatrogenik Cushing terjadi. Bila hasil hypercortisolism dari Oversecretion ACTH dari hipofisis, kondisi ini disebut penyakit Cushing. Presentasi klinis adalah sama untuk semua kondisi ini.

II.                EPIDEMIOLOGI
Pada sindroma Cushing berupa sindroma ektopik ACTH lebih sering pada laki-laki dengan rasio 3:1, pada insiden hiperplasia hipofisis adrenal adalah lebih besar pada wanita daripada laki-laki, kebanyakan muncul pada usia dekade ketiga atau keempat.




III.             PENYEBAB

Sindrom Chusing terjadi karena tubuh memproduksi terlalu banyak kortisol, hormon yang biasanya dibuat dalam kelenjar adrenal.


IV.             GEJALA KLINIS
Ø  Tubuh bagian atas obesitas (di atas pinggang) sedangkan lengan dan kaki kurus
Ø  Wajah bulat, merah, penuh (moon face)
Ø  Tingkat pertumbuhan yang lambat pada anak-anak
Ø  Perubahan kult yang sering terlihat
Ø  Jerawat atau infeksi kulit
Ø  Striae pada kulit perut, paha dan payudara
Ø  Kulit tipis dan mudah memar
Ø  Perubahan otot dan tulang meliputi :
·         Sakit punggung yang terjadi dengan kegiatan sehari-hari
·         Nyeri tulang
·         Pengumpulan lemak diantara bahu
·         Patah tulang rusuk dan tulang belakang (yang disebabkan oleh osteoporosis)
·         Kelemahan otot
Wanita dengan sindrom Chusing sering memiliki pertumbuhan rambut yang berlebihan pada wajah, leher, dada, perut dan paha, serta siklus menstruasi yang tidak teratur atau berhenti.
Pria jugamungkin mengalami penurunan hasrat seksual dan impotensi.
Gejala lainnya yang mungkin terjadi pada penyakit ini antara lain perubahan mental (depress, kecemasan, atau perubahan perilaku), kelelahan, sakit kepala, peningkatan rasa haus dan frekuensi buang air kecil.


V.                PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Meskipun ada penampilan cushingoid klasik pada orang dengan hypercortisolism dan diagnosis biasanya dicurigai berdasarkan gejala dan tanda-tanda karakteristik, studi laboratorium diagnostik, termasuk tes hormonal dan pencitraan, yang digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis.Juga, meninjau sejarah menerima kosteroidpenting.
Di beberapa pusat, pengujian dimulai dengan pengukuran :
·         Saluran kencing gratis cortisol (UFC), uji terbaik untuk ekskresi urin. UFC terangkat> 120 μg/24h (> 331 nmol/24h) di hampir semua pasien dengan sindrom Cushing. Namun, banyak pasien dengan UFC ketinggian antara 100 dan 150 μg/24h (276 dan 414 nmol/24h) memiliki obesitas, depresi, atau ovarium polikistik tetapi tidak sindrom Cushing. Seorang pasien dengan sindrom Cushing dicurigai dengan terlalu tinggi UFC (> 4 kali batas atas normal) hampir pasti memiliki sindrom Cushing. Dua sampai tiga koleksi yang normal hampir mengecualikan diagnosis. Tingkat sedikit lebih tinggi umumnya memerlukan penyelidikan lebih lanjut.
·         Jika tes laboratorium awal yang positif (tinggi tingkat cortisol), maka dilakukan tes penekanan deksametason dapat dilakukan untuk menentukan penyebabnya
·         Serum ACTH membantu menentukan apakah Sindrom Cushing adalah ACTH-dependent (tumor hipofisis) atau (tumor adrenal) ACTH-independen. Tingkat tidak terdeteksi, baik basally dan khususnya dalam menanggapi corticotrophin-releasing hormone (CRH), menyarankan adrenal primer menyebabkan. Tingkat tinggi menunjukkan penyebab hipofisis. Jika ACTH terdeteksi (sindrom ACTH tergantung Cushing),
·         Tes provokatif membantu membedakan penyakit Cushing dari sindrom ACTH ektopik, yang jarang
·         X-ray atau DEXA scan mungkin diperlukan untuk menilai fraktur atau untuk menyingkirkan osteopenia atau osteoporosis, masing-masing. Tes ini dapat dilakukan untuk mendapatkan dasar pengukuran kepadatan tulang atau mereka dapat diperoleh dalam menanggapi laporan individu gejala muskuloskeletal seperti nyeri tulang atau sakit punggung
·         Pada anak-anak dengan penyakit Cushing, tumor hipofisis sangat kecil dan biasanya tidak dapat dideteksi dengan MRI. Sampling sinus petrosus sangat berguna dalam situasi ini. MRI lebih disukai untuk CT pada wanita hamil untuk menghindari paparan janin untuk radiasi

Pemeriksaan laboratorium mungkin menunjukkan gula darah dan jumlah sel darah putih yang tinggi, kadar potassium mungkin rendah. Peningkatan kolesterol dan trigliserida, serta penurunan HDL juga sering ditemukan.
Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan untuk mendiagnosis sindrom Chusing dan mengidentifikasi penyebabnya adalah :
Ø  Kadar kolesterol serum
Ø  Kadar kolesterol saliva
Ø  Dexamethasone suppression test
Ø  Urine 24 jam untuk kortisol dan kreatinin
Ø  Kadar ACTH
Ø  Uji stimulasi ACTH
Ø  CT scan abdomen
Ø  MRI hipofisis
Ø  Kepadatan tulang yang diukur dengan dual x-rzy zbsorptiometry (DEXA)



DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, Suphohaita dan Wahyu Ika Wardhani, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga Jilid Kedua
Guyton & Hall. 2006. Medical Physiology Eleventh Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders
Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi 2. Jakarta : EGC.
Robbins, Cotran, Kumar. 1996. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC.
Sudoyo, Aru W, dkk (editor). 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.
Society for Endocrinology ( http://www.endocrinology.org/ )
National Library of Medicine AS. Institut Kesehatan Nasional. NCBI

1 komentar: